Bima, SentralNTB.id – Derap langkah kuda, sorakan rakyat, dan kibaran merah putih menyatu dalam penutupan megah Pacuan Kuda Tradisional SambiNae Kota Bima, Minggu, 14 September 2025. Setelah 8 hari penuh semangat, arena SambiNae menjadi saksi bisu betapa kuatnya denyut nadi warisan budaya di Pulau Sumbawa.
Acara ini menjadi puncak perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia, yang tidak hanya menjadi pesta olahraga, tetapi juga panggung kebesaran budaya. Kasdim 1608/Bima, Mayor Inf Asep Okinawa Muas, selaku Ketua Panitia, menyampaikan rasa haru dan bangga atas antusiasme masyarakat dari berbagai penjuru daerah, mulai dari Bima, Dompu, Sumbawa, hingga NTT dan NTB.
“Pacuan Kuda SambiNae adalah denyut nadi budaya kita. Ini bukan hanya olahraga, ini adalah warisan. Saya bangga melihat masyarakat dari berbagai penjuru datang bersatu dalam semangat tradisi dan kebanggaan,” ujar Mayor Asep dengan penuh semangat.
Penutupan resmi dilakukan langsung oleh Wali Kota Bima, H. A Rahman H. Abidin, sebagai bentuk penghormatan atas keberhasilan besar kegiatan ini yang telah melampaui sekadar kompetisi—ia menjadi momentum penguat identitas dan pemersatu masyarakat.
Di sela penutupan, seorang pengunjung sempat menawarkan kepada Wali Kota Bima untuk membeli kuda pacu legendaris. Dengan senyum, Wali Kota menjawab, “Saya akan beli nanti, yang penting nama saya sudah melekat pada kuda legenda.”
Lebih lanjut, beliau juga berjanji bahwa hadiah untuk tahun depan akan dinaikkan menjadi 600 juta rupiah sekali pacu, demi meningkatkan gairah dan semangat peserta.
Warisan Leluhur yang Masih Bernapas
Pacuan Kuda SambiNae adalah jiwa yang hidup di tengah arus zaman. Kuda-kuda pacu pilihan dari padang rumput Bima dan Dompu berpacu gagah, ditunggangi oleh para joki cilik yang berani—simbol ikatan kuat antara manusia dan alam, serta jembatan antara masa lalu dan masa depan.
Tradisi ini bukan hanya memacu kuda, tetapi juga memacu semangat kolektif masyarakat, menjadi ajang silaturrahmi antara warga dan unsur TNI, serta penegas bahwa budaya tidak lekang oleh waktu, selama dijaga dengan cinta dan kebanggaan.
Seruan dari Tanah Sumbawa untuk Nusantara
Pacuan Kuda SambiNae 2025 bukan hanya sukses sebagai ajang lokal, tetapi layak dijadikan agenda budaya nasional bahkan internasional. Keunikan tradisi ini tidak dimiliki oleh banyak daerah lain di Indonesia.
“Mari kita gaungkan bersama: Bima, Dompu, dan Sumbawa bukan hanya penjaga kuda terbaik, tetapi juga penjaga budaya terbaik,” tegas Mayor Asep.
Dalam laporan Ketua Panitia, Kasdim 1608/Bima memberikan apresiasi tinggi kepada penonton dan seluruh pihak terkait, serta memberikan dua jempol atas kelancaran acara tanpa kendala berarti.
Kesimpulan Redaksi:
Pacuan Kuda SambiNae bukan sekadar lomba—ia adalah simbol kejayaan, harga diri, dan keberlanjutan warisan leluhur. Di tengah derasnya modernisasi, tradisi ini adalah jangkar yang menahan kita tetap terhubung dengan akar budaya.
Tanah Bima telah membuktikan bahwa selama budaya dijunjung tinggi, Indonesia tidak akan kehilangan jati dirinya. Selamat dan hormat untuk seluruh masyarakat Bima, Dompu, dan Sumbawa—penjaga nyala tradisi yang tak pernah padam.,(01"Red" Mad).

COMMENTS