Bima, SentralNTB.id — Ketika guru-guru di seluruh Indonesia sedang bergembira menyongsong masa depan baru sebagai ASN PPPK, ketika harapan membuncah untuk mengabdi lebih tulus demi generasi bangsa, nasib pahit justru menimpa Ibu Ruwaidah, S.Pd. Ia bukan guru yang baru mengenal kapur tulis kemarin sore. Sejak 1 Juni 2011, ia sudah berdiri di depan papan tulis, mendedikasikan diri di SDN Inpres Rabakodo, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima.
Kini, setelah lulus seleksi PPPK tahun 2024, dilantik pada Senin 2 Juni 2025, dan menerima SK penempatan resmi dari BKD Kabupaten Bima pada Selasa 8 Juli 2025, Ruwaidah malah harus menelan pil pahit: ditolak oleh rekan sejawatnya sendiri di sekolah tempat ia telah puluhan tahun mengabdi.
Ironi ini terjadi bukan karena ia melanggar aturan. Bukan karena ia bersalah. Tapi karena segelintir orang menolak tanpa alasan, tanpa dasar, tanpa malu.
Surat Tugas Sah Dikeluarkan Pemerintah, Tapi Ditolak Tanpa Nurani
Surat tugas resmi yang memerintahkan Ibu Ruwaidah tetap mengajar di SDN Inpres Rabakodo adalah produk hukum negara, produk kebijakan Dinas Pendidikan Kabupaten Bima. Namun, ketika Ibu Ruwaidah datang melapor diri sesuai aturan, didampingi kuasa hukumnya Ahmad SH, sambutan awal tampak hangat. Kepala sekolah, guru-guru lain, menyatakan siap menerima dan mendukung.
Namun esok harinya suasana berubah total. Sekelompok guru tiba-tiba menolak Ruwaidah tanpa alasan hukum, tanpa dasar profesional.
Tidak ada catatan pelanggaran administrasi. Tidak ada kesalahan prosedural. Tidak ada cacat moral. Tidak ada persoalan hukum. Yang ada hanya bisik-bisik kecil, sentimen sempit, ego sesaat yang mencoreng marwah profesi guru.
Ahmad SH: Ini Bukan Sekadar Penolakan, Ini Penghinaan Martabat Guru
Ahmad SH, kuasa hukum Ibu Ruwaidah, dengan tegas menyatakan bahwa penolakan ini bukan soal pribadi. Ini sudah masuk ranah pelecehan profesi guru, pengabaian wewenang Dinas Pendidikan, penghinaan terhadap aturan pemerintah.
“Penempatan Ibu Ruwaidah adalah keputusan sah negara. Menolak beliau tanpa alasan berarti melecehkan pemerintah, melanggar etika guru, merusak citra pendidikan. Ini diskriminasi terang-terangan,” ujar Ahmad SH.
Lebih lanjut, ia menegaskan ini bukan sekadar urusan Ruwaidah seorang. Ini tentang bagaimana hak setiap guru dihormati, dilindungi, dijunjung tinggi.
“Guru adalah penjaga peradaban, bukan alat permainan kepentingan. Jangan korbankan hak guru demi kepentingan kecil. Jangan cemari marwah guru hanya karena rasa tidak suka,” tegasnya.
Langkah Hukum Disiapkan: Jangan Main-main Dengan Hak Guru
Ahmad SH menegaskan langkah hukum sedang dipersiapkan secara serius. Jika penolakan tanpa dasar ini terus berlanjut, pihaknya akan membawa persoalan ini ke ranah hukum perdata maupun pidana.
“Jangan main-main dengan hak seorang guru. Ini bukan hanya soal satu orang, ini soal hukum, soal kehormatan profesi, soal marwah pendidikan Indonesia. Hak guru dilindungi undang-undang. Menghalangi hak itu berarti menabrak hukum,” tegasnya., Minggu 20 Juli 2025.
Pesan Tegas Kepada Pemerintah: Jangan Biarkan Sekolah Jadi Medan Kepentingan
Ahmad SH juga menyampaikan harapan agar Dinas Pendidikan Kabupaten Bima, bahkan Kementerian Pendidikan RI, memandang serius persoalan ini. Budaya saling menolak sesama guru tanpa dasar adalah racun dalam dunia pendidikan. Jangan dibiarkan tumbuh liar, karena akan merusak akar pendidikan bangsa.
“Sekolah bukan tempat menanam kebencian. Sekolah adalah tempat menanam ilmu, akhlak, masa depan. Dunia pendidikan bukan milik segelintir orang. Kita jaga marwah guru. Jangan biarkan profesi ini ternoda permainan kecil yang memalukan,” tegasnya lagi.
Refleksi: Guru PPPK Bukan Kelas Dua, Bukan Pilihan Sampingan
Apa yang dialami Ibu Ruwaidah adalah tamparan bagi kita semua. Guru PPPK bukan guru kelas dua. Mereka adalah ASN resmi, berhak dihormati, dihargai, dan diberikan ruang yang sama dalam mendidik generasi. Hak mereka dijamin hukum, bukan belas kasihan.
Penutup: Kembalikan Martabat Guru Sebagai Cahaya Masa Depan
Peristiwa ini hendaknya menjadi pelajaran bagi semua. Jangan biarkan sesama guru menjadi musuh hanya karena sentimen kecil. Marwah guru harus dijaga, kehormatan guru harus dilindungi.
Pendidikan adalah tentang masa depan anak bangsa, bukan soal dendam, bukan soal ego.
“Guru adalah pelita di tengah gelap, bukan bara yang membakar sesama. Pendidikan adalah soal masa depan, bukan soal sentimen pribadi.”
Fakta Singkat Ibu Ruwaidah, S.Pd
TMT Mengajar: 1 Juni 2011 di SDN Inpres Rabakodo
Lulus PPPK: Tahun 2024
Dilantik: 2 Juni 2025
Terima SK: 8 Juli 2025 di BKD Bima
Penempatan Resmi: SDN Inpres Rabakodo
Status Saat Ini: Ditolak rekan sejawat tanpa alasan jelas.
Redaksi SentralNTB.id Menyampaikan Pesan:
Kepada seluruh guru PPPK di Indonesia, tetaplah teguh, tetaplah kuat, jangan gentar menghadapi ketidakadilan. Marwah guru adalah kehormatan bangsa.
(01"RED) | SentralNTB.id

COMMENTS