Cahaya Kearifan Lokal dari Tanah Gunung Berapi
Bima, SentralNTB.id — Semangat untuk menyukseskan Festival SangiangApi 2025 terus menggelora. Dukungan demi dukungan mengalir deras dari berbagai pihak yang peduli terhadap kekayaan budaya dan kearifan lokal Bima. Salah satunya datang dari Abdul Rauf, Anggota DPRD Provinsi NTB, yang dengan tegas menyatakan komitmennya untuk turut menyukseskan event budaya nasional yang sarat makna ini.
Melalui spanduk dukungan yang kini terpasang di berbagai titik strategis, Abdul Rauf menegaskan bahwa Festival SangiangApi bukan sekadar pesta seremonial. Lebih dari itu, festival ini adalah panggung kehormatan bagi masyarakat Pulau Sangiang, yang selama ini hidup berdampingan dengan kerasnya alam — gunung berapi, lautan, dan angin.
Rencananya, Festival SangiangApi 2025 akan digelar dengan penuh semarak mulai tanggal 28 Juli hingga 03 Agustus 2025, dengan puncaknya pada hari Jumat, 18 Juli 2025. Panggung Kearifan Lokal yang Mendunia.
Diselenggarakan oleh IKRA NUSANTARA bersama seluruh elemen masyarakat Desa Sangiang, festival ini menjadi panggung terbuka bagi warisan tradisi, seni, dan budaya masyarakat asli SangiangApi. Festival ini adalah simbol ketangguhan, kecerdasan, dan spiritualitas masyarakat pesisir yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Festival ini diyakini akan menyedot perhatian tiga kementerian besar RI, para tokoh nasional, budayawan, pegiat budaya, hingga masyarakat luas Bima dan Nusa Tenggara Barat. Sebab lebih dari sekadar festival, FSA 2025 adalah napas panjang yang menghidupkan kembali marwah SangiangApi sebagai pusat kearifan budaya maritim Indonesia. Lomba Sampan Layar Tradisional, Ikon Kearifan Laut Bima.
Di antara deretan kegiatan yang akan digelar, Lomba Sampan Layar Tradisional tetap menjadi ikon paling dinanti. Bukan sekadar lomba, melainkan ritual kebudayaan yang sarat makna filosofi.
Lomba ini menyuguhkan adu keberanian, adu kecepatan, adu strategi membaca arah angin, hingga pertaruhan harga diri di tengah ganasnya ombak lautan SangiangApi. Tak hanya kekuatan fisik, tetapi juga kekuatan magis leluhur (kaleli kamangge) yang diyakini menjaga, membimbing, dan melindungi para pelaut Sangiang sejak masa silam.
Uniknya, kecepatan sampan layar tradisional dari Sangiang ini kerap menyaingi spitboat modern, membuktikan bahwa teknologi tradisional bukan sesuatu yang harus dipandang sebelah mata. Di balik kayuhannya, ada jiwa, marwah, dan kecerdasan lokal yang tak lekang oleh zaman. Lebih dari Sekadar Festival, Ini Tentang Harga Diri Leluhur.
Festival ini tak hanya soal perlombaan atau pertunjukan seni. Ada juga ritual adat, pertunjukan tradisional, dan kegiatan religi yang menggambarkan relasi erat masyarakat Sangiang dengan kekuatan alam: Gunung Berapi, Laut, dan Angin. Semuanya dirangkai dalam narasi besar tentang hidup yang selalu penuh syukur, tantangan, dan keberanian.
Lewat Festival SangiangApi 2025, dunia diingatkan kembali: Bahwa di balik ombak yang menggulung, di bawah gunung yang mengepulkan asap, ada manusia yang tetap setia menjaga warisan leluhur, merawat adat, dan menegakkan marwahnya.
Sangiang bukan hanya pulau, tapi lambang keteguhan jiwa Bima.
(Redaksi: Mad)
SentralNTB.id — Menyuarakan Suara Masyarakat dari Pinggiran Negeri.

COMMENTS