Bima, SentralNTB.id – Tidak ada luka yang lebih dalam daripada kehilangan seorang ibu. Tidak ada rindu yang lebih menyayat hati dibanding rindu kepada sosok yang melahirkan, membesarkan, mendidik dengan kasih sayang yang tak pernah meminta balas. Inilah yang tengah dirasakan oleh seorang guru muda yang dikenal dengan sapaan akrab Ibu Guru Ayu, atau dengan nama lengkapnya Arina Ayu Lestari, S.Pd, putri dari almarhumah Misbah binti Umar.
Hidup memang seperti guliran waktu yang tak bisa ditahan lajunya. Penuh liku, penuh ujian, penuh air mata yang jatuh diam-diam dalam sujud panjang dan sepi malam. Pada Jum’at, 13 Juni 2025 lalu, kabar duka menyayat kalbu: ibunda tercinta, sang malaikat tanpa sayap, telah pergi untuk selama-lamanya, kembali ke haribaan Sang Khalik.
Hari itu menjadi titik yang tak akan pernah terhapus dari ingatan Arina. Sebuah kehilangan besar yang merenggut sebagian dari semangat hidupnya. Tak ada lagi pelukan hangat ibu, tak ada lagi suara lembut yang selalu menenangkan, tak ada lagi tatapan penuh kasih yang selama ini menjadi tempat pulang paling nyaman. Kini, hari-harinya dijalani dalam sepi yang sunyi, dalam rindu yang tak pernah menemukan ujung.
Namun, hidup harus terus berjalan.
Di balik duka yang begitu dalam, Arina tetap berusaha tegar.
Ia tahu, ibunya pasti ingin ia kuat, ingin ia tetap melangkah walau kini sendiri, ingin ia terus menjadi cahaya bagi banyak orang. Dengan semangat yang tersisa, Arina melanjutkan pengabdiannya sebagai guru, mendidik generasi masa depan di SDN Inpres Runggu, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima.
Di setiap langkahnya, Arina membawa kenangan ibunya dalam hati. Setiap pagi ketika berdiri di depan murid-muridnya, ia seolah mendengar suara ibunya menyemangati dari kejauhan. Setiap malam, dalam hening sujudnya, ia titipkan doa untuk sang ibu yang kini telah tenang di alam sana.
Tak mudah memang. Namun Arina percaya, doa seorang anak yang tulus akan menjadi jembatan menuju surga bagi orang tua yang telah tiada. Kini, Arina juga tengah berjuang dalam proses seleksi administrasi Pendidikan Profesi Guru (PPG), sebuah ikhtiar yang selama ini menjadi harapan ibunya: melihat anaknya menjadi guru yang lebih baik, lebih terhormat, lebih membanggakan.
Di balik senyum sabarnya hari ini, ada luka rindu yang terus menganga.
Di balik semangatnya mendidik, ada duka yang ia pendam rapat-rapat.
Namun ia percaya, di atas sana, ibunya sedang tersenyum bangga.
“Ibu… dari surga, lihatlah anakmu hari ini. Aku masih terus berjalan, meski tanpa pelukmu, meski tanpa doamu yang terucap langsung dari bibirmu. Tapi yakinlah, aku selalu membawa namamu dalam setiap langkah, dalam setiap ujian, dalam setiap derap mimpi yang sedang ku gapai. Al-Fatihah untukmu, ibu… surgaku.”
Kini Arina sadar, perjuangan ini bukan lagi soal dirinya semata. Ini adalah soal meneruskan mimpi seorang ibu yang begitu tulus mencintainya. Ini adalah soal membuktikan bahwa kasih seorang ibu tidak pernah sia-sia. Bahwa restu seorang ibu tetap hidup meski raganya telah tiada.
Semoga langkah Arina Ayu Lestari S.Pd selalu dilapangkan. Semoga seleksi PPG yang ia jalani saat ini menjadi pintu gerbang kesuksesan yang membawa berkah untuk banyak orang. Dan semoga almarhumah ibunda tercinta, Misbah binti Umar, diberikan tempat terbaik di sisi Allah SWT, di surga-Nya yang paling indah.
Doa anakmu tak akan pernah putus, ibu. Dari bumi Bima, dari ruang kelas kecil tempat aku mengajar dengan sabar, dari dalam hati yang rindu ini, aku kirimkan cinta tanpa akhir.
“Al-Fatihah… untukmu, ibu… surgaku.”
Jum'at 18 Juli 2025.
"RED'Mad"

COMMENTS