Bima, SentralNtb. Id - MZK - Ketua Front Nggahi Rawi Pahu (FRPN) Desa Woro, Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) Muksin menyatakan Kepala Desa dan Ketua BPD setempat buta akan regulasi dan tuli akan aspirasi sehingga tidak tau arah untuk memajukan peradaban desanya. Hal tersebut dikatakan Muksin kepada wartawan via WhatsApp-nya, Jumat (28/4) dini hari.
Menurut dia, ada analogi yang perlu diketahui bersama. Di mana regulasi sebagai rel kereta api, Desa sebagai kereta api, masyarakat sebagai penumpang yang harus dijaga dan dijamin keselamatannya. Sedangkan kades sebagai supir untuk menyetir dan BPD sebagai pengawas sekaligus yang akan memperingati jika kades keliru terlebih tersesat menjalankan tugasnya atas negara.
Jadi, sambung dia, untuk menghindari hal-hal yang diilustrasikan tersebut, supir harus memiliki keahlian dalam menyetir dan memahami serta mengikuti rel dimaksud. Tujuannya apa? Agar jangan sampai kereta keluar dari jalur rel, karena dapat mengakibatkan kereta terkapar, supir akan mati dan penumpang akan mengalami luka-luka.
"Kesimpulannya adalah, orang tidak akan melanggar hukum jikalau paham hukum, taat hukum, dan takut akan sanksi hukum," ungkap seorang mahasiswa Mataram itu.
Dia mengimbau, kades dan ketua BPD Woro harus membaca, menerjemah, dan memahami asal hukum lex spesial derogat generalis atau aturan yang khusus menyampingkan aturan umum supaya tidak rancu di dalam menanggapi dan mengeluarkan argumentasi ketika mahasiswa, pemuda, dan masyarakat menyampaikan problematika ataupun pendapat secara lisan maupun tertulis.
"Saya rasa kades orang yang pernah belajar hukum dan kenapa argumentasinya tidak mencerminkan sikap ketaatan dan kepatuhan atas asas hukum itu sendiri dan miris mendengarnya,," jelas Muksin.
Lebih miris lagi, kata Muksin, taktik busuk yang dilakukan oleh kades tidak pernah dibayangkan jauh sebelumnya, bukan mempersiapkan argumentasi yang bersifat normatif dan rasional terhadap FRPN, namun justru kades sontak menyatakan bahwa ada salah satu anggota FRPN dipukul oleh orang tuanya, karena tidak mengijinkan untuk mengikuti audiensi kemarin. Sementara salah satu anggota tersebut tidak benar seperti dikatakan kades.
"Nah, jangankan itu benar teman kami dipukuli hingga dilarang oleh ayahnya, benar sekalipun lantas apa maksudnya kades menyatakan demikian di hadapan kami? Kami rasa kades ingin memprosi dan menakuti dan menjelekkan2 nama orang lain," jelas Muksin.
Dia menambahkan, yang lucunya kades memuji diri bahwa terkait APB Desa udah dicek oleh badan pengawas keuangan dan mengucap alhamdulillah Desa Woro aman dan tidak seperti desa-desa yang lainnya.
Tidak hanya terkait APB Desa yang menjadi pujian dirinya kades, juga soal RPJM Desa, musyawarah desa, RKP Desa, hingga LPPD yang menjadi satu kesatuan tidak terpisahkan daripada LKPPD, yang semuanya sudah dilaksanakan dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkompeten atas pengelolaan keuangan desa sebagaimana diatur dalam perundang-undangan.
Sayangnya, ketika FRNP meminta seluruh dokumen tersebut guna memastikan kebenaran informasi yang dinarasikan kades dan BPD, ko malah tidak mengamininya dan patut dipertanyakan ada apa dibalik narasi dua sosok dalam sistem pemerintahan desa itu dan jangan-jangan di dalam dokumen tersebut ada item kegiatan yang dilaksanakan tidak secara maksimal perintah undang-undang.
"Kami minta perlihatkan dokumen RPJM Desa, RKP Desa, APB Desa, LPPD/LPJ, dan LKPPD/LKPJ sebagai bukti nyata yang telah dikatakan kades dan BPD malah mereka bersikeras tidak mau dan ada apa dibalik itu semua.Pada prinsipnya permintaan dokumen tersebut atas dasar hukum dan merupakan kewajiban bagi kades untuk memenuhinya, karena itu adalah bentuk laporan kades sebagaimana yang diamanatkan Permendagri UU 46/2016 tentang Laporan Kepala Desa dan lebih rincinya dapat dilihat Bab 2 Pasal 10 bagian keempat," terang Muksin.
Perlu disampaikannya, selain atas dasar undang-undang sehingga mahasiswa berbagai kampus yang tergabung dalam FRNP menginisiasi audiensi hingga meminta seluruh dokumen tersebut, juga meyakini bahwa selama akhir tahun anggaran 2020, 2021, dan 2022, kades tidak pernah menyampaikan LKPJ secara tertulis di hadapan sidang BPD seperti lazim dilakukan BPD periode 2013-2019. BPD sekarang tidak pernah menggelar sidang penerimaan LKPJ kades. Padahal, antara BPD periode 2013/2019 dengan BPD sekarang sama-sama mengacu pada UU 6/2014 tentang Desa dan Permendagri 110/2016 tentang BPD. Pertanyaannya apakah perundang-undangan tersebut diberlakukan terhadap BPD 2013-2019 atau juga untuk BPD sekarang dan silakan berikan tanggapannya resmi melalui akses informasi seperti ini.
"Kami meyakini jangankan soal LKPJ, LPPD saja tidak pernah disampaikan kepada bupati melalui camat. Belum lagi soal-soal lain seperti rehab ruangan kades, normalisasi sungai so Maende dan penimbunan jalan lingkungan RT.14, yang mana ruangan tersebut sudah direhab menggunakan uang pribadinya beliau setelah sekitar seminggu terpilih menjadi kades pada Pilkades 2020, ko kades dan BPD berani sekali memasukan alokasi APB Desa untuk rehab ruangan tersebut," tegasnya.
'Soal normalisasi sungai kenapa menggunakan alat eksavator bantuan Pemda Bima, sementara dalam APB Desa 2020 ada anggaran belanja sewa jasa eksavator. Dari dua problem ini makin meyakini bahwa apa yang menjadi argumentasi kades dan ketua BPD adalah sebuah pembohongan publik dan wajib diusut," tambah Muksin.(01"RED).
COMMENTS